Share It
Berita Unik & Terkini

Awal Mula dan Sejarah THR, Dulunya Hanya untuk PNS
March 28, 2023

Awal Mula dan Sejarah THR, Dulunya Hanya untuk PNS

THR atau tunjangan hari raya selalu ditunggu-tunggu pegawai negeri dan swasta. Bonus THR biasanya diberikan kepada karyawan atau pegawai sebelum datanganya hari Lebaran. Berbeda dengan di sejumlah negara, kebijakan THR kemungkinan hanya ada di Indonesia.

Sejarah THR: ada sejak Kabinet Soekiman 1950

Dilansir dari laman sptsk-spsi.org, pemberian THR ada sejak tahun 1950, namun hanya PNS yang berhak menerima bonus ini, sementara buruh belum menerima. Kebijakan memberikan THR kepada PNS diawali dari Kabinet Soekiman Wirjosandjojo yang pada saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri dari Masyumi. Laman setkab.go.id mencatat bahwa Soekiman memimpin Kabinet Soekiman pada 27 April 1951-3 April 1952 dengan jumlah kementerian sebanyak 17 kementerian.

Selama memimpin kabinet, Sukiman mencanangkan program kerja bahwa kesejahteraan pegawai atau aparatur negara harus meningkat. Dari situlah Sukiman mengeluarkan kebijakan bahwa PNS (dulunya disebut pamong pradja) mendapatkan tunjangan sebelum hari raya.

Pemberian THR kepada PNS dimungkinkan karena kondisi perekonomian Indonesia sedang stabil sehingga Pemerintah berani mengambil kebijakan ini. Pada saat itu, besaran THR yang diberikan kepada PNS sebanyak Rp 125-200 yang saat ini diperkirakan setara dengan gaji pokok pegawai.


Sumber foto: pexels.com

Kebijakan THR diprotes buruh

Kebijakan memberikan THR bagi PNS mendapat protes dari buruh atau karyawan swasta. Mereka juga menuntut mendapatkan bonus hari raya atau THR seperti yang diberikan Pemerintah kepada PNS. Sebagai wujud protes dan tuntutan agar buruh juga mendapat THR, buruh kemudian melakukan aksi mogok kerja pada 13 Februari 1952 agar tuntutannya dipenuhi Pemerintah.

Pada saat itu awalnya pemerintah masih mengabaikan suara buruh. Akan tetapi, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) terus berjuang meminta buruh mendapat THR sebesar satu bulan gaji. Kemudian, kabinet Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri kedelapan Indonesia, mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1954 tentang Pemberian Persekot Hari Raja kepada Pegawai Negeri.

Sementara itu, buruh gencar menuntut pemerintah. Karena tekanan itu, Menteri Perburuhan S.M. Abidin mengeluarkan Surat Edaran nomor 3676/54 mengenai “Hadiah Lebaran”. Pemerintah juga mengeluarkan surat-surat edaran tentang THR pada rentang 1955-1958. Akan tetapi, karena hanya berupa imbauan, surat edaran ini belum memberi jaminan THR bagi buruh.

Tuntutan buruh yang berharap pemberian THR lantas didengar oleh Presiden Soekarno. Ahem Erningpraja yang menjabat sebagai Menteri Perburuhan di masa pemerintahan Soekarno lalu menerbitkan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 1/1961. Tiga tahun setelahnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Pemenaker) Nomor 4 Tahun 1994 tentang THR Keagamaan untuk pekerja swasta di perusahaan.


Sumber foto: pexels.com

Kebijakan THR di masa Orde Baru

Ketentuan yang mengatur pemberian THR bagi pekerja juga berlanjut ketika Orde Baru dengan dikeluarkannya Permenaker RI No. 04/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan. Ketentuan tersebut mengatur supaya pengusaha memberikan THR kepada pekerja mereka yang sudah bekerja selama bulan secara terus-menerus atau lebih.

Besaran THR yang diberikan ditentukan oleh lamanya pekerja bekerja di perusahaan. Bagi pekerja yang sudah bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus atau lebih, mereka berhak mendapatkan THR sebesar satu bulan gaji. Tetapi, pekerja yang baru bekerja selama tiga bulan secara terus menerus dan kurang di bawah 12 bulan, mendapa THR secara profesional. Perhitungan THR untuk mereka adalah masa kerja dibagi 12 dikalikan satu bulan gaji.

Aturan pemberian THR saat ini Saat ini ketentuan yang mengatur pemberian THR untuk pekerja yang bekerja di perusahaan swasta telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Disebutkan pada Pasal 8 ayat (1) bahwa pekerja berhak mendapat pendapatan non-upah berupa THR. Pendapatan non-upah juga terdiri dari insentif, bonus, uang pengganti fasilitas kerja, atau uang servis pada usaha tertentu.

Sementara itu, Pasal 9 ayat (1) mengatur bahwa THR keagamaan wajib diberikan oleh perusahaan kepada pekerja atau buruh. Pemberian THR sebagaimana diatur pada ayat (2) dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya.